Tata Kuasa yang Berbasis Demokrasi Pancasila
Oleh : Avin Dwi Janni Mauliya)*
Dalam tata kuasa,
prinsip bahwa kekuasaan itu adalah amanat tuhan dan rakyat selayaknya perlu
penyataan praktisnya. Jika negara sebagai perwujudan tertinggi dari kekuasaan
dengan aparat berupa pemerintahan mempunyai kedudukan yang sentral, negara
adalah kekuatan yang merdeka, dan oleh karena itu negara berdiri di luar
kekuatan-kekuatan sosial.
Seharusnya negara
tidak menguasai dan tidak di kuasai oleh masyarakat, negara hanya perlu tunduk
pada cita-cita murni Pancasila dan persetujuan sosial masyarakat. Apabila
terjadi pertentangan di tengah masyarakat maka negara harus berpihak pada yang
lemah, sepanjang hal itu tidak bertentangan dengan ideologi murni Pancasila.
Oleh karena itu untuk mendapatkan kekuasaan sampai pada orientasi kekuasaan
yang menggunakan kekerasan baik fisik maupun mental tidak di benarkan, sebab
kekuasaan yang dengan melalui kekerasan tidak mendapatkan pengabsahan.
Kekuasaan kelompok
kecil atas kelompok besar dan sebaliknya, kekuasaan kelompok besar atas yang
kecil tidak di benarkan, karena jika ingin berpegang teguh pada prinsip
demokrasi yaitu pembagian yang adil atas kekuasaan. Maka apabila hal seperti
itu tetap berlangsung dalam kehidupan berbangsa dengan melandaskan idealisme
Pancasila memerlukan suatu sistem yang terbentuk atas kesadaran itu, masalahnya
kekuasaan dan kemerdekaan merupakan persoalan yang rumit dalam pelaksanaan
ideologi murni. Tampaknya, sampai sekarang ini pemegang kekuasaan masih terlalu
menentukan, sehingga kemudian kekuasaan dapat terlepas dari masyarakat.
Pembangian kekuasaan
antara negara dan masyarakat dalam perjalanan sejarah Indonesia setelah pasca
kemerdekaan tidak menunjukkan pola yang konsisten, sebab eksploitasi dan
pemisah antara elit dan massa masih nampak nyata dalam dinamika negara kita.
Maka seharusnya yang perlu adanya alokasi struktural untuk kepentingan
masing-masing seluruh kelompok sosial agar di hormati dan di masukkan dalam
program nasional demi kepentingan seluruh bangsa. Oleh karena itu dinamika
politik kekuasaan yang dimana memandang kekuasaan sebagai ajang perebutan,
melainkan seharusnya politik adalah bertanggungjawab kepada keadilan.
Dalam tata kuasa,
prinsip bahwa kekuasaan itu adalah amanat tuhan dan rakyat selayaknya perlu pernyataan praktisnya. Jika negara
sebagai perwujudan tertinggi dari kekuasaan dengan aparat berupa pemerintahan
mempunyai kedudukan yang sentral, negara adalah kekuatan yang merdeka, dan oleh
karena itu negara berdiri di luar kekuatan-kekuatan sosial. Seharusnya negara
tidak menguasai dan tidak di kuasai oleh masyarakat, negara hanya perlu tunduk
pada cita-cita murni Pancasila dan persetujuan sosial masyarakat. Apabila
terjadi pertentangan di tengah masyarakat maka negara harus berpihak pada yang
lemah, sepanjang hal itu tidak bertentangan dengan ideologi murni Pancasila.
Oleh karena itu untuk mendapatkan kekuasaan sampai pada orientasi kekuasaan
yang menggunakan kekerasan baik fisik maupun mental tidak dibenarkan, sebab
kekuasaan yang dengan melalui kekerasan tidak mendapatkan pengabsahan.
Kekuasaan kelompok
kecil atas kelompok besar dan sebaliknya, kekuasaan kelompok besar atas yang
kecil tidak dibenarkan, karena jika ingin berpegang teguh pada prinsip
demokrasi yaitu pembagian yang adil atas kekuasaan. Maka apabila hal seperti
itu tetap berlangsung dalam kehidupan berbangsa dengan melandaskan idealisme
Pancasila memerlukan suatu sistem yang terbentuk atas kesadaran itu, masalahnya
kekuasaan dan kemerdekaan merupakan persoalan yang rumit dalam pelaksanaan
ideologi murni.
Tampaknya, sampai
sekarang ini pemegang kekuasaan masih terlalu menentukan, sehingga kemudian
kekuasaan dapat terlepas dari masyarakat. Pembangian kekuasaan antara negara
dan masyarakat dalam perjalanan sejarah Indonesia setelah pasca kemerdekaan
tidak menunjukkan pola yang konsisten, sebab eksploitasi dan pemisah antara
elit dan massa masih nampak nyata dalam dinamika negara kita. Maka seharusnya
yang perlu adanya alokasi struktural untuk kepentingan masing-masing seluruh
kelompok sosial agar di hormati dan di masukkan dalam program nasional demi
kepentingan seluruh bangsa. Oleh karena itu dinamika politik kekuasaan yang
dimana memandang kekuasaan sebagai ajang perebutan, melainkan seharusnya
politik adalah bertanggungjawab kepada keadilan.
*(Mahasiswa Universitas Wiraraja Madura Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Prodi Administrasi Publik 2020'A)