KEMARAU BULAN JUNI
Pada
juni,
kau melawan kemarau
dengan derai deras hujan.
Nis,
ditebang panas dikutap luka-luka
Tubuhmu patah di atas kereta mungil
kereta kita.
aku
menunggui kau di kamar mandi
di kursi-kursi, di trotoar
tempat kita merias bulan yang gatal
Nis,
ditengahmu kau lukis negeri
dengan peta luka yang memar
pelan-pelahan menjalar, ke persimpangan
ke perumahan, ke talangan, sampai terminal
Aku
matangkan malam
dengan sebatang kisah
yang disulut dari retak masa lalu;
Ngokos, sayang.
Nis,
babak belur
aghulur,
kolbas sendirian dalam lemari
Stereotype Ibrahim dilibas bara, teraniaya raja-raja bermahkota.
Nis,
tubuhmu terbakar
sampai terpejam pun kau perlu melihat kota terpanggang ngalkal
tak
usai dililit tangis juga lapar.
Orang-orang
tak mau tahu,
sayang
asal mereka bersinar saja
Sedang kita menanggung silaunya.
Sebelum
kerut bulan
aku rebus liur, kau mimpi rumah
sampai kita pun bergegas, mengaras bertukar ratap.
Sumenep,
28 Juni 2K20
TUHAN MELUKIS WAJAHMU
Dari
pertemuan kita yang terlarang
Nis, masih aku baca senyummu
Ketika engkau berdiri di samping simpang lorong
Di dada ibu, aku memanggilmu
Burung-burung berkicau dan beterbangan
Rona
senja biasa ku isi dengan puja dan doa
Bersama kawan-kawan sesarung dan sekopiah
Namun
senja itu adalah senja yang terakhir
Dan aku pun berlalu menutup temu
Nis,
maaf aku sempat menghindar
Melanggar temu jadi berlalu
Berbulan-bulan aku diombang-ambing waktu
Sampai
pada akhirnya aku temui senyummu
Di beranda media yang mendunia
Sungguh,
kau memberi warna
Dari gelapnya langkah yang pernah juga ku bercerita
Kepadamu cinta:
Jadilah satu-satunya wanita
Bersamaku, di dunia hingga surga.
Sumenep,
2 April 2K20
SAMPAI KESELEO AKU DIBUATNYA
Bulan
lalu, ada hangat teote di tubuhmu
Pilu juga ngilu campur susu coklat
Sepekat
rindu yang berkarat
Nis,
telah aku saksikan
Genangan kenangan di kamarmu
Dan dengan apa harus aku tebus
Kapal-kapal yang berlayar di matamu
Sedang
gua hitam, sayang
Sering kali , kunang beterbangan
Dan melahap tubuhmu di atas meja
Buku-buku
nabuy, berhamburan di halaman
Sebagian lagi hilang terseret arus
Hingga tubuhmu mengurus
Nis,
negeri kita dilanda musim yang gaduh
Ribuan orang menabur kelamin
Di jalanan, juga ke pelosok desa
Lantaran
kursi besi mencekik perutnya
Telah
kau sebar, beredar:
Di kandang lebih baik
Dan
dalam kurung kau pun tersekap
Merayap, mata dan telinga ditembak
Samar-samar kita dipenjara
Tak diizinkannya untuk hidup
Sampai keseleo aku dibuatnya.
Sumenep,
1 Juli 2K20
kau melawan kemarau
dengan derai deras hujan.
Tubuhmu patah di atas kereta mungil
kereta kita.
di kursi-kursi, di trotoar
tempat kita merias bulan yang gatal
dengan peta luka yang memar
pelan-pelahan menjalar, ke persimpangan
ke perumahan, ke talangan, sampai terminal
dengan sebatang kisah
yang disulut dari retak masa lalu;
Ngokos, sayang.
Stereotype Ibrahim dilibas bara, teraniaya raja-raja bermahkota.
sampai terpejam pun kau perlu melihat kota terpanggang ngalkal
asal mereka bersinar saja
Sedang kita menanggung silaunya.
aku rebus liur, kau mimpi rumah
sampai kita pun bergegas, mengaras bertukar ratap.
Nis, masih aku baca senyummu
Ketika engkau berdiri di samping simpang lorong
Di dada ibu, aku memanggilmu
Burung-burung berkicau dan beterbangan
Bersama kawan-kawan sesarung dan sekopiah
Dan aku pun berlalu menutup temu
Melanggar temu jadi berlalu
Berbulan-bulan aku diombang-ambing waktu
Di beranda media yang mendunia
Dari gelapnya langkah yang pernah juga ku bercerita
Kepadamu cinta:
Jadilah satu-satunya wanita
Bersamaku, di dunia hingga surga.
Pilu juga ngilu campur susu coklat
Genangan kenangan di kamarmu
Dan dengan apa harus aku tebus
Kapal-kapal yang berlayar di matamu
Sering kali , kunang beterbangan
Dan melahap tubuhmu di atas meja
Sebagian lagi hilang terseret arus
Hingga tubuhmu mengurus
Ribuan orang menabur kelamin
Di jalanan, juga ke pelosok desa
Di kandang lebih baik
Merayap, mata dan telinga ditembak
Samar-samar kita dipenjara
Tak diizinkannya untuk hidup
Sampai keseleo aku dibuatnya.
Tinggalkan dermaga luka
Dan sambutlah cerah samudra
Tak menemukan dermaga
Wajahnya pucat dilempar badai
Dan menangis di atas ombak
Dan tak usai-usai mencari
Perahu mungil itu tak kunjung sampai
Semacam maut telah Nampak di muka
Dan dalam seketika:
Perahu kandas tak lagi nampak.
Sejenak aku pulangkan rasaku
Meski ngilu mengintai setiap langkah
Sejenak aku pulangkan rasaku
Pada petang dan jalanan
Pada rindu yang tak kunjung usai
Sejenak, aku pulangkan rasaku
Bersama lampu-lampu yang melintas
Juga poster-poster yang mabuk
Sejenak aku pulangkan rasaku
Kau tafsir mimpi pada sepanjang trotoar
Dan hujan pun tiba
Wahyu Subuh, populernya, bernama penduduk
WAHYUDI merupakan asli Warga Negara Indonesia (WNI), pria ini bernama ANDRE
WAHYUDI sebelum membuat akte, lahir di Sumenep 14 Oktober 2000. Alumnus
LPI.Raudlatul Ulum Billapora Rebba, Lenteng. Dan saat ini sedang melanjutkan
pendidikannya di kampus STKIP PGRI Sumenep, program study Pendidikan Bahasa Dan
Sastra Indonesia. Aktif berproses di UKM Sanggar Lentera. Di sanggar lentera ia
aktif menulis puisi dan karya-karyanya dimuat di blogger dan medsos lainnya.
Juga antologi bersama “guru menulis 12” 2019, “pada petang dan jalanan” 2019,
“love yourself” 2019, “lembaran memori” 2019, “lilin yang tak pernah padam”
2019, “genangan kenangan” 2019, “sajak rasa” 2019, “rindu” 2020, “catatan
kebisuanku” 2020, juara harapan 1 Lomba
Baca Puisi Piala D.Zawawi Imron, juara 1 lomba baca puisi sekabupaten Sumenep-Pamekasan, juara 1 lomba baca
puisi seMadura, juara
2 lomba baca puisi sekabupaten Sumenep, juara 1 lomba baca puisi seMadura dan juara 1 lomba cipta
puisi seMadura.
Sebelum di Lentera aktif berproses di
Sanggar Alif. Bersama sanggar alif ia pernah 3 kali juara 1 lomba baca puisi
sekabupaten Sumenep, 2
kali juara 2 lomba baca puisi sekabupaten Sumenep, 1 kali juara 3 lomba baca
puisi sekabupaten Sumenep
sekaligus berhasil mendapatkan tropy bergilir, dan juga juara harapan 1 lomba
baca puisi seJawa Timur.
Email: juniorelitewahyusubuh@gmail.com
Channel youtube: Puisi Akhir Pekan
CP (WA): 087701787318
Instagram: @juniorwahyusubuh_
FB: Junior Wahyu Subuh