Tunggu Aku di Ujung Malam
Aku membaca bait demi bait
Melampaui puisi kemarin yang sempat menyeringai manja
Perjalanan memabukkan tiap singgah
Aku terus membaca
Kau masih menyusuri senja
"aku yang bicara, kau catat semuanya"
Lambat laun mulai dekat
Ya, sebentar lagi
Di ujung malam kita jumpa
Malam di mana ada cerita surga
"apakah kita sedang rindu?"
Tak harus malam
Pagi ini aku menyelinap
Kamarmu masih gelap
Rindu benar-benar kupendam
Ke mana kau sayang
Wajah penuh kasih sayang
Ini adalah karsa kita yang lama
Ajari aku menyelaraskan rasa
Agar hanya nada indah
Tercipta tentang kita
Tanpa lara dan luka
Pagi ini indah
Kau dan aku
Menuju berkah
30 September 2020
Rencana
Bisu
Sepertiga
malam, di sudut
rindu yang kian rebah
Kau
dan aku menuai gelisah
Temaram sunyi kita dalam mimpi
Kau sering memuji diri
Bahkan membuai diri, seakan masih sendiri
Kini aku berdiam diri
Dingin di pipi
Mata
kian basah
Berselimut resah
Kini, bahkan sering terucap kata hilang
Menghilang
Tak datang
Ini adalah pisah
Dan suatu saat nanti, yang akan kau rindu adalah hatiku
Rumah yang pernah kau singgahi begitu teduhnya
Bahkan pernah kita sedekat nadi
Sampai kau pergi begitu saja
Hilang di rimbun tak bertepi
Jamuan pagi tak lagi tersaji
Bibir
tipis dan senyum manis kini raib
bersama embun dilahap angin dan matahari
Hanya kicauan burung di ladang pisang
yang dulu menjadi pasukan sorak saat kita berteduh,
berbagi seduh melumat senyum berbagi kita
08 Oktober 2019
Temaram sunyi kita dalam mimpi
Kau sering memuji diri
Bahkan membuai diri, seakan masih sendiri
Kini aku berdiam diri
Dingin di pipi
Berselimut resah
Kini, bahkan sering terucap kata hilang
Menghilang
Tak datang
Ini adalah pisah
Dan suatu saat nanti, yang akan kau rindu adalah hatiku
Rumah yang pernah kau singgahi begitu teduhnya
Bahkan pernah kita sedekat nadi
Sampai kau pergi begitu saja
Hilang di rimbun tak bertepi
Jamuan pagi tak lagi tersaji
bersama embun dilahap angin dan matahari
Hanya kicauan burung di ladang pisang
yang dulu menjadi pasukan sorak saat kita berteduh,
berbagi seduh melumat senyum berbagi kita
08 Oktober 2019
Menikung
Cuaca
Persembunyian
malam tadi
Menjadi
bukti kejadian hari ini
Menikung cuaca panas
Kini tiba-tiba sejuk mukaku tanpa gelisah
Aku mencurimu dari keramaian
Menelan ludahmu di ujung lidah
Keringat
basah, cuaca panas hilangkan resah.
22 April 2020
Menikung cuaca panas
Kini tiba-tiba sejuk mukaku tanpa gelisah
Aku mencurimu dari keramaian
Menelan ludahmu di ujung lidah
22 April 2020
*Puisi-puisi di atas diambil dari Antologi Puisi Rencana Bisu
Mahrus
Ali, Lahir dan besar dipulau garam madura Pada
tanggal 16 Januari 1981 tepatnya didesa Larangan Tokol Tlanakan Pamekasan. Aktif di dunia Teater sejak 1998 ia bergabung dengan Teater Fataria
di Pamekasan, kemudian aktif juga di Teater Sabda Fakultas Adab IAIN Surabaya
(sekarang UINSA). Pernah
membidangi Seni Budaya di PMII Surabaya. Pernah juga menjadi Ketua Lembaga
Seniman Budayawan Muslimin (Lesbumi) PCNU Lamongan, sampai sekarang masih aktif
sebagai Pengurus Lesbumi PWNU Jatim. Sudah Tiga buku puisi yang ia terbitkan, kumpulan cerpen Maha Rindu 2004 (semua penjualan
didonasikan pada korban tsunami Aceh), Sehimpun Puisi Monolog Rindu pertengahan 2018 (semua penjualan didonasikan pada
korban tsunami
Palu),dan yang ketiga "Rencana Bisu, CMG, 2021). Suka
membaca Karya sastra sejak masih menjadi Santri di Ponpes Al Falah Branta
Tinggi Pamekasan. Ia melumat Puluhan karya Kahlil Gibran, ia juga melahap habis
karya karya Pramoedya ananta toer Semenjak kuliah di Fakultas Adab IAIN
Surabaya (UINSA sekarang). Sekarang
tinggal di Desa Mungli Kecamatan Kalitengah Lamongan, bersama Satu Istri
Cantiknya Bernama Juliani Dan Dua orang Putra bernama Alief dan Gilang.