Puisi-Puisi Ardhi Ridwansyah - Berselimut Duka

 

Ilustrasi: pixabay.com


BERSELIMUT DUKA

Terkapar sejumlah tisu,
Di lantai kusam yang masam,
Menyisakan dingin termaktub,
Pada malam resah sebab,
Sunyi datang meninggalkan sepi.
 
Tidur berselimut duka,
Menenggak air mata yang jatuh,
Membasahi luka; dalam ingatan yang berjamur,
Berharap gugur segala rindu,
Menjadi debu tersepak angin sendu.

Jakarta, 2022
 
 
LENYAP DENGAN SENYAP

Menyapa belatung yang sibuk,
Menyantap tikus tewas membusuk,
Selayaknya hari kian berguguran,
Tanpa kesan berlabuh di matanya,
Tanpa makna yang meringkuk di kakinya.
 
Memenggal kata-kata jadi rangkaian dusta,
Yang menyelinap di bibir sebagai janji,
Kerap sulit ditepati akhirnya mati menjadi,
Bangkai dikerubungi lalat tak berbudi,
Bercumbu dengan bakteri hingga lenyap,
Seiring waktu berjejalan, pergi dengan senyap

Jakarta, 2022
 
 
MEREDAM GERAM

Kusematkan doa-doa,
Pada jaket jinsku yang lusuh,
Tentang siang tak lagi terik,
Ihwal malam tiada gigil.
 
Meredam geram dengan kasih,
Yang merekat pada alunan melodi,
Secercah kisah menyelinap di kaki berdebu,
Merasuki kalbu sebagai cinta semu,
 
Dan aku menambal lubang dalam hati,
Ketika puisi kutuliskan;
Rindu menyapa lembut,
Pada tiap rambut seorang jelita,
Tertiup angin petang menyisakan asa,
Berguguran di tubuhku yang ringkih,
Berlari menjauhi sunyi menuju pantai,
Dengan debur ombak galak menantang karang.

Jakarta, 2022
 
 
MALAM GELISAH

Ini malam terus gelisah,
Sebab lama kita tak mendesah,
Tak bersua dalam ranjang penuh kisah,
Kala aku menggigit bibirmu seperti bocah,
Menyantap kue bolu.
 
Kerinduan itu perlahan tewas di mata,
Kau menjauh sebab pilihanmu adalah waktu,
Yang berjalan seraya memegang belati,
Untuk bisa kau tikam dalam perutku yang lapar.
 
Darah mengalir bercampur air mata,
Dan cinta bergelimang dusta tercecer di bantal,
Tempat dikau mengecup kening seorang pria,
Yang terlelap dalam kesakitan lalu terbangun,
Seolah mentari hangat akan terus menyinari,
Jiwa gigil mendekap hampa.

Jakarta, 2022
  
 
SI BEBAL

Dalam kepalaku yang bebal,
Para babi belajar menulis puisi,
Anjing syahdu bernyanyi,
Sepasang kucing bersanggama tiap hari.
Sedang menusia menikam diri sendiri,
Dengan kata-kata motivasi.

Jakarta, 2022
 

TEWAS

Terperosok ke jurang,
Tewas menganga dengan dosa-dosa,
Berbiak dari bangkai manusia,
Dikerubungi para belatung
Yang menyantap luka.
 
Tangis penyesalan,
Selayaknya gumpalan debu,
Bergumul dalam bibir penuh abu.
Terbakar janji yang kini telah mati.
 
Amis darah menyeruak,
Mengetuk hidung,
Menyentak kalbu teringat,
Memori kelam kala,
Jemari saling mengutuk,
Siapa yang lebih dulu mati,
Menyisakan puisi.

Jakarta, 2022



Ardhi Ridwansyah kelahiran Jakarta, 4 Juli 1998.  Puisinya “Memoar dari Takisung” dimuat di buku antologi puisi “Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival 2019”. Termasuk 115 karya terbaik dalam Lomba Cipta Puisi Bengkel Deklamasi 2021. Puisinya juga dimuat di media seperti labrak.co, litera.co.id,  kawaca.com, Majalah Kuntum, Majalah Elipsis, Radar Cirebon, Radar Malang, koran Minggu Pagi,  Harian Bhirawa, Dinamika News, Harian Fajar, koran Pos Bali, Riau Pos, Suara Merdeka, Radar Madiun, Radar Banyuwangi, Radar Kediri, Nusa Bali,  Suara Sarawak (Malaysia), dan koran Merapi. Instagram: @ardhigidaw. WhatsAap: 087819823958. 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak