MATA AIR TUHAN
Menandakan kemarau telah pergi.
Jalanan jadi basah, tanah tandus juga ikut basah.
Menatap langit kian kelabu.
Semenjak senja diselimut awan.
Perasaan yang rawan akan ketidaktahuan.
Mengapa dan apa, sering dipersoalkan.
Bukankah pilihan bukan berdasar kemungkinan?
Atau hanya pilihan saat redup hujan kian menetap?
Rembulan tak nampakkan sinarnya.
Apa kabar gerangan?
Salah satu jalan sudah tertutup.
Cari jalan lain agar semua keharusan tak buntu.
Jemput bintang dalam kegelapan, agar tak pudar
dan mungkin tak hilang.
Diantara jalanan berdebu yang tersirat
Langkahkan kaki yang tak kunjung rapat.
Seirama, namun susana makin pekat.
Semakin kau langkahkan
Semakin tak bisa kau tangguhkan.
Perlahan mulai pudar
Saat mentari semakin bersinar
Suara gaduh mulai terdengar
Menandakan irama pasar semakin menggelegar
Suasana makin tak nyaman
Saat pemberlakuan makin tak karuan
Sementara mendung masih silih berganti
Udara dingin kian datang menyelimuti
Engkau masih terlelap dalam mimpi.
Seperti biasa, tidurmu penuh dengan senyuman.
Terlelaplah, malam masih panjang.
Senantiasa menyambutmu dengan tenang.
Menantimu dengan riang
Bahkan memelukmu dengan senang.
Jangan peduli dengan waktu, mereka tak bisa diam.
Sedangkan harimu masih berlanjut
Wujudkan mimpimu yang sudah kau rajut
Walau perasaan selalu saja akut, ku percayakan
dengannya yang tak pernah buatmu takut.
Ardhana Septi Kurniawan, lahir di Situbondo, 11 September 1996. Saat ini
sebagai tenaga pengajar PPKN di SMK Khamas Asembagus. Domisili di Kp Timur
RT01/RW06 Desa Trigonco Kec. Asembagus, Kab Sitibondo