Seperti
Rindu Bayanganmu Memburuku
-kaila
seperti
rindu bayanganmu memburuku
dan anganku hanya mampu menerima dengan setia
dengan ketabahan hati yang terbuka
melebihi bening kaca jendela
yang begitu lama tak dijumpai hujan pertama.
–tanggal
gugur dari tangkai bulan
waktu ikut mengelupas–
rupanya
aku telah kehilangan diri
karena cinta menjelma dalam sukma
hingga aku merasa berdosa
bila ikut beringsut serupa kalender tua.
seperti
rindu bayanganmu memburuku
hingga darahku sempat membeku,
dari waktu ke waktu
dari sunyi ke sunyi.
Batuputih,
2022
-kaila
dan anganku hanya mampu menerima dengan setia
dengan ketabahan hati yang terbuka
melebihi bening kaca jendela
yang begitu lama tak dijumpai hujan pertama.
waktu ikut mengelupas–
karena cinta menjelma dalam sukma
hingga aku merasa berdosa
bila ikut beringsut serupa kalender tua.
hingga darahku sempat membeku,
dari waktu ke waktu
dari sunyi ke sunyi.
tidur dalam pikiranku
hingga bulan beringsut
ke pagi yang kabut.
yang tenggelam pada samudera rasa
meski akal sudah sepenuhnya milik gila
dirimu dapat kudekap
setelah selesai bertapa
dari sunyi penuh nestapa.
tanpa harus berpaling dari masa lalu.
Hanya Kepadamu
-Kaila
lihatlah: di waktu sunyi
dengan mata cintamu
dengan doa merdumu.
dan tak kunjung pamit
setia harus kita miliki
sebagai kekasih hakiki.
rinduku berpulang
hanya kepadamu
jiwaku berlindung.
Agus Widiey, lahir
di Batuputih 17 Mei 2002 santri aktif pondok pesantren Nurul Muchlishin
Pakondang, Rubaru, Sumenep. Ia menulis Puisi, Cerpen, dan, Resensi. Pernah
memenangkan lomba menulis puisi yang diselenggarakan oleh Majelis Sastra
Bandung (2021). Ketua pertama Komunitas Pelajar Peduli Literasi (Radar Aliyah).
Email: aguswidiey03@gmail.com No
HP/WA: 085932210147