Puisi-Puisi 100 Penyair dalam Buku Parsel 21 Maret Bagian 31-40

KETIKA RINDU ITU PERGI
 
ada rasa yang samar kurasa
ketika dengan lantang kau nyatakan
rindumu selalu ada untukku
di penghujung sore itu
saat semesta tanpa sengaja pertemukan kita
rasa ini pernah kita miliki bersama
berjalan seiring mimpi yang ingin kita raih
tetapi tak pernah ada kata sepakat
kau berpaling, aku berpaling
sesaat aku pernah menunggumu
untuk kembali
tetapi langkahmu semakin jauh
aku terlalu lelah untuk kembali
biarkan saja karena rasa itu telah pergi
  

Husnayain Rumi
METAFORA PENAT
 
Keringat menjadi hujan baluti tubuh
Mata keram bak karang juga kerang kerap terkarang
Selimuti diri nyeri berseri dari serangan sang ratu kantuk
Bersandar pada dinding lelah
Berpijak pada lantai letih
Menghadap pada asa harap
Lelah mengabai semangat yang semula terkobar bakar
Jemput singgah di gubuk sibuk
Pada lubuk jiwa dada muda
Sempat sempit waktu terhimpit
Memaksa capai berbagai harap masa depan
Genggam kepal jari tangan
Membungkuk hadap kepala tuju arah depan
Lutut tersimpuh kaki terapit
Lelah bersalah pada arah
Lelah berserah pada resah
Selimut lelah bersemayam dalam tubuh tak gairah
Sejumpuh cita-cita menaruh kabul pada gumpalan perjuangan
  
 
I Wayan Suartha
TANAH LAHIR
 
Menyusur kembali tanah lahir
berkali menggali mencari arti
tanah tua tanah aksara
aku ingat dongeng tetua
terbawa mimpi
tutur luhur perjalanan leluhur
seberapa bisa menirunya
dalam restunya senantiasa mengalir
 
menghabiskan hari hari panjang
tanah cinta tualang pengembara
terdengar tembang dari desa pedusunan
upacara bumi gunung dan samudra
telah tergelar
biarlah aku disini
rumah tua halaman terbuka
tanah tua menyimpan pesona
sungguh aku mencintainya
                                               
                                                94 – 20
  
 
I Wayan Suartha
KABAR AKHIR TAHUN
 
Satu waktu aku punya kerinduan
setumpuk tanda tanya bergelayut
kekecewaan dan rasa sakit
kukabarkan padamu akhir tahun
terbayang kau akan mengejekku
menghadapi hidup dan hari hari tua
satu kata sajak
simpanlah dengan kesetiaan
 
satu waktu kau punya kerinduan
datanglah ke rumah
halaman rumahku yang terbuka
kaktus kaktus sudah tak ada
karena di sini mengenang percakapan akhir tahun
dalam kantuk yang menjadi jadi
sudah sekian lama tak pernah bertemu
aku ingin menikmati sajak sajakmu
kabarkanlah aku satu sajak
cukuplah sahabat
 
                                                Januari 21
  
 
I Wayan Suartha
LUKISAN MASA LALU
 
Lukisan masa lalu
tergantung di dinding timur
setiap kau punya waktu
tataplah lama lama
garis tegas tebal ke dalam
garis nasib sakit yang panjang
warnanya suram wajah pemurung
masa lalu orang tua
tanpa kata kata
 
anak anak meraba garis dan warna
matanya menangkap
waktu sudah sangat berjarak
anak anak menggumam
kemudian diam diam membuat kanvas
menarik garis dengan pena tajam
memberinya warna
setelah menyusur nasibnya
dan memeluk masa lalunya
 
                                Februari 21
  
  
Ida Bagus Gde Parwita               
RAHASIA SUNYI
 
Nafas bulan mengalir menembus waktu
gelombang menghempaskannya pada kesunyian 
                   angin membasuh cuaca pagi
                      perlahan menggetarkan lubuk hati
                   hidup terlukis dari suka dan duka
                      saling setia
                   bagai ombak laut membasuh bibir pantai
 
dalam perjalanan panjang kehidupan ini
           semua yang tumbuh bermula kecil
                                rahasia sunyi hanya sinar pagi
                                                menembus dingin embun
                                gelombang yang mengayuh jiwaku
menghias bergantian
         rintik gerimis mengasuhnya
                   cinta dan kerinduan selalu tercipta
                                                untuk menguji ketulusan
                                ataukah kegelisahan
sebelum rahasia terbuka
 
                                                                                (2021)
 
 
NYANYIAN SENJA
 
Senja memahatkan kenangan ini dikejauhan
nyanyian burung burung menyiram lubuk hati
mengantar percakapan diantara senyuman
lalu bayang bayang memudar perlahan
kesunyian ini terasa makin beku
rindu yang terpahat
hanyalah hamparan dingin
menyiram lubuk hati
 
Puisi ini mengantar keheningan
ketika pemujaan di larut waktu
bila kelelahan makin terasa
menghias percakapan yang hilang
ataukah impian tak terasa
melewati usia kita
guguran daun daun yang menguning
telah berbagi kesetiaan matahari
menyiram dengan kasih
sebelum kepasrahan meninggalkannya
 
                                                                                                                (2021)
 
 
Ida Bagus Gde Parwita                                                
NYANYIAN KETULUSAN
 
Kurajut sisa kenangan mengingat ketulusan
agar selalu mengalir menembus waktu
harapan bukanlah impian
namun keindahan yang terlepas
meminang kesetiaan melantunkan nyanyian rindu
untuk dikenangkan
 
saat dingin cuaca makin mendekat
angin berembus membelai gerimis perlahan
menyatukan tiap tetes embun
berharap kemesraan lautan
muara abadi nyanyian penghabisan
segenap luka yang tak tertahankan 
 
jiwaku memudar dalam dekapan waktu
kesunyian telah menghempaskannya
bersama gelombang
mengikuti hamparan teluk yang berliku
menunggu hati ini bergetar
membasuh kehidupan
 
                                                (2021)
 
  
Indra Jaya
KEMBALI JADI ARTI
 
Kepala jadi pusing
pikir kata tak mau turut pada kalimat
Kalimat enggan ikut paragraf
juga begitu paragraf lari dari wacana
walau begitu
cari tanda  di sela kalimat
hanya temu huruf deret deret pisah kata
Kepala tambah pusing
 kata tak mau turut pada kata
kalimat enggan ikut kalimat
bahkan paragraf lari dari paragraf
kini wacana diam sendiri
bingung sendiri
melongo sendiri
ada apa dengan kepala
jadi pusing tambah pusing
oh...ada hilang pada kata
kembali jadi arti
 
Maros#bulanbahasa28102020#
 
  
Inuvati Jalal
MANIS MADU
 
Setiap semilir berhembus dari arah belakang
Aku berteduh di bawah bulu-bulu sayapmu
Mengeja kata-kata yang mengapung
Di atas air keruh
 
Kak,
Kau adalah nahkoda barisan hitam di atas buku,
Segala runcing bermula dari keccapmu
Menikam pada setiap kata-kata yang kaku
Menerjang pada setiap ruang buntu
Mengkoyak larik-larik syair beku
 
Dan aku, tak bisa membalas manis madu
Yang keluar dari sengatmu, tapi kuakan berusaha
Agar manis madu tetap termaktub di atas puing-puing syairku
 
Sumenep, 29 Januari 2020
  
  
Isma Hidayati
PAKSAAN
 
Kini aku menulis sebuah kata
Kata hati yang terdalam
Tidak tahu apa yang kurasa
Melihat senja tenggelam
Untaian kata kalimat menyatu
Menjadi senda gurau
Andai ini bayangan
Atau hanya sebuah angan-angan
Sebuah mimpi yang tidak biasa
Menghirup sebuah angin bebas
Letih rasanya terlihat biasa
Terlalu banyak orang malas
Ingin aku memaksa
Sebuah impian dengan asa
Jalan dengan tujuan
Setiap langkah dengan doa dan ikhtiar
Selalu berusaha bangkit
Tanpa rasa mengenal sakit
 
  
Jabariah Abbas
LIRIK RINDU LAUT
 
Aku berkaca pada butir pasir
Mengeja lagi bait puisi hati
Yang dititipkan senja pada biru laut
Terukir sekuat karang cadas
//
Ombak menggulung membuncah rindu
Merayu bibir pantai membentuk tarian buih
Berdendang khusu jiwa kesadaran
Lirik lagu sukma tak putus memujiNya
//
Diri tiada hanya kekosongan
Sebab dimanapun mata memandang
ombat tak pernah sunyi
Laut tak pernah tidur melafadz tasbih
//
Kesunyian laut selalu jujur
Membaca setiap jejak dan lirik rindu
Yang engkau sembunyikan di balik gelora
Ombaknya yang berkejaran
  
 
Jabariah Abbas
MATAHARI MATA AIRKU
 
Ibu adalah separuh jiwa
Mengalir dalam hidup
Seperti nafas yang menjadikanku ada
Senyumnya seperti matahari pada semesta
//
Kasih sayangnya seluas samudera
tercurah kalahkan letih raganya
Nalurinya tajam bagai cermin
Kuat bagai langit menjaga harmoni keseimbangan
//
Setetes air mata luka yang menyayat hatinya
Kelak menjadi petaka hingga ke neraka
Tapi itu tak pernah ibu tampakkan
Dia membasuh lukanya dengan air syurga
//
Tuhan letakkan syurga pada telapak kakinya
Rahimnya menyulap amarah menjadi bait doa
Ibu kasih sayang yang tak pernah usai
Menjadi matahari mata airku

 
KERINDUANKU
 
Enam tahun tak memandangmu
Rindu ini seakan tak sirna
Ingin sekali memeluk hangatmu
Serasa berat aku menahan rindu
Melewati sendiri beban rinduku
Langkah tanpa kekar kakimu
Rindukan masa lalu bersamamu
Kini hanya kenangan kurasakan
Tak mungkin dapat berulang
Berlalu semua telah berlalu
Hanya rumah nisanmu yang terpajang
Kupandang penuh linang air mata
Kenangan kasih sayang
Tiada akan lekang oleh waktu
Hati dan jiwamu ada pada hatiku
Setiaku ingin kita bertemu
Di alam bahagiamu.
  
 
Juwaini
JEJAK PERADABAN
 
Berkelimpahan air dan tanah yang bergerak
Angin pasir dan debu yang dihamburkan
Kesuburan semak belukar pepohonan yang merambah
peradaban jejak peninggalan bangsaku
batu-batu berpahat, batu-batu bertulis, berlumut dan terkikis, retak dan pecah, hanyut terpendam,
pelepah daun kulit binatang papan kayu bertulis dan terukir menjamur lapuk dan membusuk pada orang-orang  membiarkan, pemahaman asing  yang mengaburkan dan melenyapkan, tangan tangan yang melarikan memutus kesinambungan kekuatan  dari pemahaman
melemahkan jiwa-jiwa yang  tak lagi bertuan   
                                                                  
Kediri, 2015



Puisi-puisi di atas diambil dari Antologi Puisi 100 Penyair Indonesia memperingati Hari Puisi Dunia 2021 “Parsel 21 Maret” yang diadakan oleh Komunitas Sastra Krajan dan diterbitkan oleh CV. Catur Media Gemilang

Baca juga: Bagian 1-10
                   Bagian 11-20
                   Bagian 21-30
                   Bagian 41-50
                   Bagian 51-60
                   Bagian 61-70
                   Bagian 71-80
                   Bagian 81-90
                   Bagian 91-100

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak