Fenomena Mudik di Hari Raya

 

Ilustrasi Foto Muhammad Fajar Bastian "Liburan pasca hari raya bersama sanak saudara" 















Fenomena Mudik di Hari Raya
Oleh : Muhamad Fajar Bastian)*

Fenomena mudik merupakan sebuah fenomena yang khas dan unik yang terjadi di Indonesia. Mudik dikaitkan dengan kata “udik” yang berarti kampung, desa, dusun atau daerah yang merupakan antonim dari kata Kota. Oleh karena itu, mudik diartikan sebagai kegiatan pulang kampung para perantau untuk menyambut Hari Raya Idul Fitri.

Saat menjelang libur hari raya, biasanya banyak masyarakat di Indonesia beramai-ramai pulang kampung dengan menggunakan berbagai macam sarana transportasi yang ada. Fenomena mudik tentu tidak terdengar asing bagi masyarakat Indonesia. Masyarakat menganggap bahwa mudik adalah hal yang wajib karena ini menjadi momen untuk bersilaturrahmi dengan keluarga dan bentuk bakti terhadap orangtua sebagai motivasi utama mereka mudik ke kampung halaman. Namun, ada juga yang menganggapnya sebagai tradisi dan tidak ada keharusan dalam Islam.

Mudik sebenarnya adalah bentuk kebutuhan psikologis. Dimana timbulnya dorongan keinginan dan kerinduan yang kuat untuk pulang, menapak tilas tempat lahir dan tempat yang menyimpan memori dan masa tumbuh kembang sebagai anak-anak hingga dewasa. Ini merupakan kerinduan psikologis-primordial. Tradisi mudik hari raya telah menjadi semacam ritual bagi umat muslim, tidak peduli ia berasal dari golongan kaya atau miskin. Berbagai motivasi turut menyertai para pelaku mudik hari raya, seperti rindu kampung halaman, sungkem kepada orangtua, silaturrahmi dengan sanak saudara dan berbagi kebahagiaan dengan sesama.

Dengan mudik, orang-orang yang lenyap ditelan aktivitas kerja, ingin menemukan masa lalunya di kampung halaman. Ingin kembali menemukan perasaan dicintai dan mencintai seperti kehidupan masa lalunya di kampung halaman. Mereka yang hanya dianggap sebagai sekrup-sekrup kecil dalam mesin raksasa kota, mendambakan kembalinya kemanusiaan yang hilang. Kebutuhan akan rasa memiliki dan dimiliki ini hampir tidak dipunyai oleh mereka yang dianggap sebagi sekrup dalam mesin raksasa perkotaan. Padahal, kebutuhan ini, menurut Abraham Maslow, merupakan salah satu kebutuhan yang mendasar bagi manusia.

Menurut M. Sherif dan C. W. Sherif pada tahun 1956, motif adalah istilah generik yang meliputi semua faktor internal yang mengarah ke berbagai jenis perilaku yang bertujuan, semua pengaruh internal seperti kebutuhan (needs) yang berasal dari fungsi-fungsi organisme, dorongan keinginan, aspirasi dan selera sosial yang bersumber dari fungsi-fungsi tersebut. Faktor-faktor pribadi tersebut menyebabkan timbulnya sistem hubungan antarpribadi tersendiri pada diri seseorang yang oleh Sherif dan Sherif disebut “Ego”. Ego inilah yang menetapkan motif sosiogenik (motif yang timbul karena perkembangan individu dalam lingkungan sosial yang terbentuk karena hubungan antar pribadi atau kelompok atau karena adanya nilai-nilai sosial). Maka motif untuk mudik hari raya dalam contoh di atas adalah motif sosiogenik, yang berkembang dari motif karena kebutuhan akan rasa aman dalam lindungan keluarga.

Di era serba teknologi sekarang ini dimana dunia informasi dan teknologi telah maju dengan pesat, bagi para perantau yang tidak bisa mudik dapat memanfaatkan silaturahmi pengganti mudik ini dengan melakukan “Silaturahmi Virtual” secara online yaitu dengan memanfatkan aplikasi Video Call WhatsApp, Google Meet, atau Zoom dan lain-lain. Meskipun pada kenyataanya rasa rindu pada keluarga untuk bertemu secara fisik dan langsung akan terasa berbeda dibandingkan hanya via virtual daring (online), namun setidaknya hal ini bisa cukup untuk mengganti rasa rindu dan sebagai solusi ketika tidak mudik.

Ditinjau dari Theory of Planned Behavior yang dikembangkan oleh Fishbein dan Ajzen, intensi perilaku bisa menjadi salah satu penentu seseorang untuk berperilaku seperti fenomena mudik yang terjadi. Karena terdapat tiga variabel yang menentukan intensi perilaku, yaitu sikap terhadap perilaku, norma subjektif dan persepsi kendali perilaku. Berdasarkan teori ini, sikap dan perilaku biasanya mengacu pada teori perilaku yang direncanakan (TPB). Selain itu, teori ini menjelaskan bahwa gagasan individu memiliki serangkaian nilai pribadi yang menjadi kriteria untuk menilai kesesuaian perilaku tertentu. Perilaku potensial dengan hasil yang lebih baik bagi individu dikaitkan dengan niat perilaku yang lebih kuat, akan meningkatkan kemungkinan fenomena tententu ini benar-benar terjadi atau tidak.

Sikap terhadap perilaku ini didefinisikan sebagai penilaian positif atau negatif individu terhadap suatu perilaku, yang ditentukan oleh kombinasi belief individu mengenai konsekuensi positif dan atau negatif dari melakukan suatu perilaku dengan nilai subjektif individu terhadap perilaku tersebut. Oleh karena itu, sikap yang positif terhadap fenomena mudik hari raya ini akan mempengaruhi perilaku seseorang menjadi lebih senang dan semangat untuk mudik (pulang kampung), dan akan menjadi penting agar supaya tetap bisa menjalin tali silaturrahmi dengan sanak saudara tanpa mengenal jarak satu sama lain.


*(Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Konsentrasi Psikologi Pendidikan Islam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak